Menu

Wednesday 25 September 2019

Penjelasan Kitab Ramayana



Siapa sih yang gak pernah denger atau tau tentang Ramayana pasti banyak di kalangan masyarakat mengenal cerita itu sedikit demi sedikit entah dari literatur yang beredar, wayang, dan media lainnya.

Namun karena kali ini saya ingin mempelajari lebih jauh apa sih itu Kitab Ramayana dan di dalamnya terdapat cerita yang bagaimana? Mari kita cari definisi kata Ramayana itu sebagai berikut.

Definisi Ramayana

Kata Ramayana berasal dari bahasa Sanskeṛta yaitu dari kata Rāma dan Ayaṇa yang berarti “Perjalanan Rāmā”, adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh Valmiki  (Valmiki) atau Balmiki. Rāmāyana terdapat pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakawin Rāmāyana. Dalam bahasa Melayu didapati pula Hikayat Seri Rāmā yang isinya berbeda dengan kakawin Rāmāyana dalam bahasa Jawa kuna. Di India dalam bahasa Sanskeṛta, Rāmāyana dibagi menjadi tujuh kitab atau kanda yaitu; Bālakānda, Ayodhyākāṇḍa, Āraṇyakāṇḍa, Kiṣkindhakāṇḍa, Sundarakāṇḍa, Yuddhakāṇḍa, dan Uttarakāṇḍa. Bālakānda atau kitab pertama Rāmāyana menceritakan sang Daśaratha yang menjadi Raja di Ayodhyā. Sang raja ini mempunyai tiga istri yaitu: Dewi Kauśalyā, Dewi Kaikeyī dan Dewi Sumitrā. Dewi Kauśalyā berputrakan Sang Rāmā, Dewi Kaikeyī berputrakan sang Barata, lalu Dewi Sumitrā berputrakan sang Lakṣamaṇa dan sang Satrugṇa.

Nah, kira-kira seperti itulah intinya selanjutnya mari kita cari tau isi kitab Ramayana itu sendiri ya mungkin kali ini agak panjang ceritanya karena memang ya yang namanya kita itu tebel pasti banyak  cerita yang terselip di dalamnya. Tapi saya akan mencoba untuk meringkasnya.

1. Bālakānda atau kitab pertama Rāmāyana menceritakan sang Daśaratha yang menjadi Raja di Ayodhyā. Sang raja ini mempunyai tiga istri yaitu: Dewi Kauśalyā, Dewi Kaikeyī  dan Dewi Sumitrā. Dewi Kauśalyā berputrakan Sang Rāmā, Dewi Kaikeyī berputrakan sang Barata, lalu Dewi Sumitrā berputrakan sang Lakṣamaṇa dan sang Satrugṇa.

2. Ayodhyākāṇḍa merupakam kitab kedua Ramayana yang menceritakan tentang kehidupannya selama di ibu kota Kosala yaitu Ayodhyā.

3. Aranyakanda adalah kitab ketiga Ramayana dalam kitab ini diceritakanlah bagaimana sang Rāmā dan Lakṣamaṇa membantu para tapa di sebuah asrama mengusir sekalian raksasa yang datang mengganggu.

4. Kiskindhakanda adalah kitab keempat Ramayana dalam kitab ini diceritakan bagaimana sang Rāmā amat berduka cita akan hilangnya Dewi Sītā. Lalu bersama Lakṣamaṇa ia menyusup ke hutan belantara dan sampai di gunung Ṛsīmuka. Maka di sana berkelahilah sang kera Subali melawan Sugrivā memperebutkan dewi Tara. Sang Sugrivā kalah lalu mengutus abdinya sang Hanumān meminta tolong kepada Śrī Rāmā untuk membunuh Bali, Rāmā setuju dan si Bali mati.

5. Sundarakāṇḍa adalah kitab kelima Ramayana dalam kitab ini diceritakan bagaimana sang Hanumān datang ke Alengkapura mencari tahu akan keadaan Dewi Sītā dan membakar kota Alengkapura karena iseng. Inti dari kisah Rāmāyana adalah penculikan Sītā oleh Rāvaṇa raja Kerajaan Alengka yang ingin mengawininya. Penculikan ini berakibat dengan hancurnya Kerajaan Alengka oleh serangan Rāmā yang dibantu bangsa Wanara dari Kerajaan Kiskenda.

6. Yuddhakāṇḍa adalah kitab keenam Ramayana dan sekaligus klimaks. Dalam kitab ini diceritakan sang Rāmā dan sang raja kera Sugrivā mengerahkan bala tentara kera menyiapkan penyerangan Alengkapura. Karena Alengka ini terletak pada sebuah pulau, sulitlah bagaimana mereka harus menyerang. Maka mereka bersiasat dan akhirnya memutuskan membuat jembatan bendungan (situbanda) dari daratan ke pulau Alengka. Para bala tentara kera dikerahkan. Pada saat pembangunan jembatan ini mereka banyak diganggu tetapi akhirnya selesai dan Alengkapura dapat diserang. Syahdan terjadilah perang besar. Para raksasa banyak yang mati dan prabu Rāvaṇa gugur di tangan Śrī Rāmā.

7. Uttarakāṇḍa adalah kitab ketujuh Ramayana menceritakan kisah pembuangan Dewi Sītā karena Sang Rāmā mendengar desas-desus dari rakyat yang sangsi dengan kesucian Dewi Sītā. Kemudian Dewi Sītā tinggal di pertapaan Ṛsī Valmiki dan melahirkan Kusa dan Lawa. Kusa dan Lawa datang ke istana Sang Rāmā pada saat upacara Aswamedha. Pada saat itulah mereka menyanyikan Rāmāyana yang digubah oleh Ṛsī Valmiki. Uttarakanda adalah kitab ke-7 Rāmāyana. Diperkirakan kitab ini merupakan tambahan. Kitab Uttarakanda dalam bentuk prosa ditemukan pula dalam bahasa Jawa Kuna. Isinya tidak diketemukan dalam Kakawin Rāmāyana. Di permulaan versi Jawa Kuna ini ada referensi merujuk ke prabu Dharmawangsa Teguh.

Dan itulah inti dari ketujuh kitab Ramayana yang kesemuanya hampir mencakup kehidupan sang Rama yang terjadi selama di Ayodhya. Jangan lupa dari ketujuh kitab ada kisah bahagia di bagian kitab terakhir atau tambahan Uttarakanda yang menceritakan bahwasannya Setelah Rāvaṇa berhasil dikalahkan, Rāmā, Lakṣmana dan Sītā beserta para wanara pergi ke Ayodhyā. Di sana mereka disambut oleh Bharata dan Kaikeyī. Lakṣmana hendak dianugerahi Yuwaraja oleh Rāmā, namun ia menolak karena merasa Bharata lebih pantas menerimanya dibandingkan dirinya, sebab Bharata memerintah Ayodhyā dengan baik dan bijaksana selama Rāmā dan Lakṣmana tinggal di hutan.

Setelah pertempuran besar melawan Rāvaṇa berakhir, Rāmā juga hendak memberikan hadiah untuk Hanumān. Namun Hanumān menolak karena ia hanya ingin agar Śrī Rāmā bersemayam di dalam hatinya. Rāmā mengerti maksud Hanumān dan bersemayam secara rohaniah dalam jasmaninya. Akhirnya Hanumān pergi bermeditasi di puncak gunung mendo’akan keselamatan dunia. Setelah pulang ke Ayodhyā, Rāmā, Sītā, dan Lakṣmana disambut oleh Bharata dengan upacara kebesaran. Bharata kemudian menyerahkan takhta kerajaan kepada Rāmā sebagai raja. Dalam pemerintahan Rāmā terdengar desas-desus di kalangan rakyat jelata yang meragukan kesucian Sītā di dalam istana Rāvaṇa. Rāmā merasa tertekan mendengar suara sumbang tersebut. Ia akhirnya memutuskan untuk membuang Sītā yang sedang mengandung ke dalam hutan. Dalam pembuangannya itu, Sītā ditolong seorang Ṛsī bernama Valmiki dan diberi tempat tinggal.

Beberapa waktu kemudian, Sītā melahirkan sepasang anak kembar diberi nama Lawa dan Kusa. Keduanya dibesarkan dalam asrama Ṛsī Valmiki dan diajari nyanyian yang mengagungkan nama Rāmācandra, ayah mereka. Suatu ketika Rāmā mengadakan upacara Aswamedha. Ia melihat dua pemuda kembar muncul dan menyanyikan sebuah lagu indah yang menceritakan tentang kisah perjalanan dirinya dahulu.

Rāmā pun menyadari kalau kedua pemuda yang tersebut yang tidak lain adalah Lawa dan Kusa merupakan anak-anaknya sendiri. Atas permintaan Rāmā melalui Lawa dan Kusa, Sītā pun dibawa kembali ke Ayodhyā. Namun masih saja terdengar desas-desus kalau kedua anak kembar tersebut bukan anak kandung Rāmā. Mendengar hal itu, Sītā pun bersumpah jika ia pernah berselingkuh maka bumi tidak akan sudi menerimanya. Tiba-tiba bumi pun terbelah. Dewi Pertiwi muncul dan membawa Sītā masuk ke dalam tanah. Menyaksikan hal itu Rāmā sangat sedih. Ia pun menyerahkan takhta Ayodhyā dan setelah itu bertapa di Sungai Gangga sampai akhir hayatnya.

Sekian dulu blog daei saya maaf bila ada salah kata silahkan berikan kritik dan saran Anda di kolom komentar di bawah blogsite ini. Terimakasih Sudah mengunjungi blog saya. Have A Nice Day ^_^

No comments:

Post a Comment